Mengejar Agenda Madinah

Jamaah haji Indonesia biasanya mendapat jatah untuk berkunjung ke Madinah. Meski statusnya sunnah, shalat arbain di Masjid Nabawi menjadi tujuan utama jamaah Indonesia selama di Madinah dan tentu saja, berdoa di Raudhah.

"Alhamdulillah, shalat Isya ini melengkapi arbain saya," kata Siti, jamaah asal Sulawesi, yang juga sudah mencicipi kesempatan berdoa di Raudhah
Shalat di Masjid Nabawi akan diganjar 1.000 pahala. Sedangkan Raudhah adalah lokasi di dalam masjid yang terletak antara mimbar Nabi Muhammad Saw dan makam beliau. Lokasi itu diyakini sebagai salah satu tempat mustazab untuk terkabulnya doa. 

Untuk jamaah wanita, lokasi Raudhah hanya dibuka tiga kali setiap harinya. Waktu tersebut adalah pukul 08.00, pukul 14.00, dan pukul 20.00 waktu setempat. Sedangkan untuk jamaah pria, terbuka sepanjang siang kecuali malam.

Untuk jamaah wanita, dikumpulkan dalam beberapa kelompok seperti Afrika, Melayu, Turki, Asia Selatan, dan Arab. Mereka dikumpulkan di depan pintu kayu menuju Raudhah. Sambil menanti pintu Raudhah dibuka, petugas berpakaian hitam dan bercadar kadang memberikan tausiyah dengan bahasa sesuai masing-masing kelompok. Untuk kelompok Melayu, pemberi tausiyah saat itu orang Indonesia.

Saat itu, Republika berkesempatan menanti Raudhah setelah shalat Isya. Dari beberapa pintu masuk menuju Raudhah, Republika menanti pintu manakah yang akan dibuka? Sementara petugas berulang kali meminta kami duduk tertib.

"Ibu, duduk!" kata petugas berpakaian hitam, dengan logat Arab. Rupanya, mereka sudah dilatih mengucapkan beberapa kata dalam bahasa Indonesia.

Tiba-tiba, pintu yang tepat di hadapan kami, terbuka. Kami pun serentak bangkit dan berlari menuju pintu.
Kami berlari sambil berkelit melewati pilar-pilar masjid, mengikuti jamaah lain. Kemudian tibalah ke lokasi yang di atasnya digantungi sejumlah pengumuman dalam beberapa bahasa, termasuk bahasa Melayu.

Tibalah kami di karpet warna hijau keabu-abuan. Itulah Raudhah. Hanya Raudhah yang dihampari karpet kehijauan karena bagian lain karpetnya berwarna merah.

Saat sujud, bau harum pun tercium dari karpet. Namun, Kami tak bisa berlama-lama di situ karena harus bergiliran dengan jamaah lain. "Ibu, sudah! Keluar...keluar...." lagi-lagi petugas berteriak.
Kami pun harus beranjak. Menuju pintu keluar, kontainer air zamzam berderet menyambut kami. Air dinginnya terasa sejuk di tenggorokan.

Rupanya, haus baru terasa setelah tadi berlari menuju Raudhah. Mengapa harus berlari? Karena jika terlambat, Anda harus antre panjang dan berjam-jam. Namun, Republika benar-benar tak menyangka bahwa ajakan berlari menyambut berkah ternyata dalam arti yang sebenarnya. Ah, ibadah haji ternyata benar-benar ibadah yang memerlukan kekuatan fisik.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Mengejar Agenda Madinah"

Posting Komentar